Jumat, 10 September 2010

356 hari ....

Untuk A yang selalu menjadi pengawal kisah hidupku, Anantha ...

Begitu cepat waktu bergulir, betapa ia hanya melewati kita, dan tak terasa, hari ini adalah hari dimana kita bertemu di bawah kaki emas, Monas, 12 September... satu tahun yang silam.
Rasanya semuanya masih lekat di benakku. Malam Ramadhan tahun lalu yang pertemukan kita. Masih lekat dalam ingatanku cara kita bertemu. Masih lekat ingatanku akan sebuah gambar berkepala 6, hijau, hitam, abu-abu dan biru. Sebuah gambar yang seumur hidup aku kelak akan aku anggap sebagai gambar yang memiliki makna ambiguitas. Masih lekat dalam ingatanku, saat kamu menceritakan malam itu. Masih lekat dalam ingatanku, kekhawatiran kamu terhadap aku yang (akhirnya) membuat aku jatuh cinta. Oh, mungkin baiknya kamu bedah saja otakku, bukti bahwa aku tidak pernah membiarkan sedikitpun kamu terhapus.

Sweetieku.

Bertemu dengan kamu bukanlah awal dimana aku mulai mencintai kamu. Tapi, saat kamu menunjukkan kekhawatiran pada tanggal 15 September. Kamu menunjukkannya dengan menelponku (dan tidak kuangkat) sebanyak 18 kali dan kehebatan kaki kamu untuk memutari Pasaraya Grande selama 2 setengah jam, dan juga kehebatan kamu untuk mengenali bentuk tubuhku dari belakang (karena dengan hebatnya kamu memegang leher aku padahal kita belum ada seminggu saling kenal dan baru satu kali ketemu!). Bagaimana bisa aku ga jatuh cinta sama pria yang sangat-sangat perhatian pada hidupku, melebihi diriku sendiri? Terlebih, masih ingatkah tulisan 'aku sayang kamu' tapi kamu beri pagar? The more I try to realize that you were belong to someone else, it make me more fallin' to you.

Sweetest love,

Seandainya ada kata yang mampu kurangkai lebih indah, melebihi indahnya semesta alam ini, mungkin aku akan merangkainya buat kamu. Sayangnya, aku tidak mampu.
Saat pertama kali aku tahu dirimu telah berdua, aku terus bertanya, "apa yang harus kulakukan?". Kalo mungkin kamu ingat, aku ga pernah berani sms kamu atau telpon kamu duluan, karena aku tahu, tidak pernah etis untuk aku jika aku melakukan itu. Tapi setelah aku benar-benar terjatuh, aku terus bertanya, "apa yang harus aku lakukan supaya kamu tetap berdiri disebelahku?". Masih inget selesai nonton GForce, kita makan di Noodle City bareng mama aku dan didut, terus kita baca wall dari pacar kamu yang bunyinya "jangan macem-macem ya disana!". Kamu mau tahu aku berpikir apa? Aku terus berusaha berpikir, "kamu bukan buat aku".

Aduut-ku a.k.a Anantha genDUT..

Masih ingat kamu pernah bilang aku berubah? Aku menyadari itu sekarang. Kini aku berpikir, ternyata kesadaran sama seperti penyesalan, datangnya selalu terlambat. Saat itu, saat kita berselisih dan aku harus menangis pertama kalinya karena kamu, aku berpikir, "If I tell you I love you, can I keep you forever? Can I?". Maaf kalo hari itu aku terlalu naif. Waktu memang sudah lewat terlalu lama, tapi maafkan aku. Aku terlalu banyak meminta maaf ya? Semoga kamu masih punya banyak stok buat aku. Kalaupun ternyata sudah habis. Tolong, sisipkan saja aku disela-sela maaf itu.

Cutie..

Last time we met is when I celebrated my birthday. Aku sangat berharap hari itu bisa diulang. Aku akan meminta Tuhan untuk memberi aku satu botol yang bisa menyimpan seluruh malam itu. Atau satu jam saja malam itu. Atau satu menit saja. Atau satu detik sajaaa, asalkan aku dapat merasakannya lagi. Merasakan belaian hangatmu, merasakan eratnya pelukmu, atau cukup hanya merasakan senyummu. Aku sebenarnya tidak pernah mampu melepaskan kedua tanganmu! Aku tidak pernah mampu. Namun, aku percaya. Tuhan pasti punya rencana terbaik untuk kita. Dan terbaik, walaupun itu menyakitkan.

Anantha, kamu memang tidak pernah menceritakan seorang 'Ratri' kepada siapapun, berbeda dengan aku yang selalu menceritakan seorang 'Anantha' kepada semua orang yang aku kenal. Kamu pernah tahu alasan aku? Karena aku bangga punya seseorang 'Anantha'. Aku ingin seluruh dunia mengetahui hal itu, tapi rasanya tidak mungkin.
Anantha, kamu tahu kenapa aku tidak pernah bisa move on (walaupun aku memadu kasih dengan yg lain)? Karena hanya kamu yang bisa 'melihat' aku dengan 'mata' kamu. Masih ingat waktu kamu bilang, "aku ga pernah rasain ini sebelumnya"? Aku rasanya ingin menangis dan memeluk, berkata "ini ujung kemejaku, ini bahuku, pakailah jika kamu merasa butuh, atau walaupun kamu tidak akan pernah butuh nanti, bahu dan ujung kemeja ini untuk kamu!". Tapi rasanya tidak mungkin.

Ananthaku...

Saat aku menulis ini, aku merasakan nafasmu. Telatkah aku jika aku berkata, "aku rela menangis berhari-hari buat kamu, asal kamu ada di samping aku". Kamu ga pernah buat aku menangis, duti. Kenapa Tuhan ga pernah memberi kita satu momen lagi? Kenapa kata-kata 'dunia itu kecil' ga pernah berlaku buat kita? Dan kenapa..... kamu melihat akhir sebelum kamu memulai? Kenapa? Kenapa kamu ga pernah balas message aku (lagi)?

Untuk A yang selalu jadi awal dan akhirku, Anantha...

Jika nanti kamu baca surat ini, tolong jelaskan aku, 'kenapa kita bertemu, jika akhirnya dipisahkan?'. Tolong balas message aku, atau you can text me a message to my number. Please...
Dan.... seumur hidupku, aku hanya berdoa semoga foto kita itu menjadi kenyataan. Mama aku dengan Papa aku. Dudut dengan Didut. Aku dan Kamu. Last forever. 6 kepala, hitam, hijau, abu-abu, dan biru, di bawah kaki emas..

Untuk A yang aku sayang, Anantha...

Tolong jelaskan kenapa aku begitu mencintai kamu..

(saved to drafts)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar